Kearifan Lokal di Desa Terung, Melestarikan Alam dengan Bersih Makam Desa …. Januari 6, 2010
Posted by Mujiono Sadikin in Yang Aku Jalani (Perjalanan), Yang Aku Pelajari, Yang Aku Pikirkan, Yang Aku Senangi.trackback Kerinduan akan kampung halaman kelihatannya merupakan keniscayaan bagi kita semua. Baik dalam tataran dunia maupun ukhrowi. Kita dapat menyaksikan bagaimana saat menjelang Hari Raya Iedul fitri perjuangan yang melelahkan ditempuh oleh sebagian besar masyarakat kita hanya sekedar untuk pulang kampung. Ritual mudik pulang kampung ini tidak hanya saat Hari Raya Iedul Fitri. Saudara – saudara kita yang beragama Kristen pun demikian. Meski tidak seheboh Iedul Fitri, liburan natal dan tahun baru juga sudah mulai terlihat ramai. Semuanya dengan tujuan pulang kampung. Bagi orang – orang sepuh yang merasa sudah kenyang kehidupan duniawi, tidak ada lagi yang dirindukan selain pulang kampung ukhrawi menuju Illahi.
Kerinduan pulang kampung –saat ini duniawi – itulah yang mendorong saya untuk sebisa mungkin pulang kampung. Untungnya bagi saya, saya di rantau adalah orang ”bebas”. Maksudnya saya bukanlah seorang professional yang terbatasi oleh waktu. Jadi saya bisa pulang kampung sesuka hati, asal ada biaya dan kesehatan badan saya bisa pulang kampung. Itu pula yang saya lakukan dua minggu yang lalu.
Sewaktu pulang kampung, kebetulan di Desa kami ada pas ada kegiatan Bersih Makam Desa. Entah kenapa, di manapun saya berada saya selalu berusaha membaur dengan saudara – saudara masyarakat sekitar. Ketika saya kuliah di Bandung, saya lebih memilih tinggal di perkampungan dari pada di asrama mahasiswa misalnya, atau di tempat khusus kos – kosan. Saya lebih memilih kos di rumah penduduk. Dengan demikian saya dapat berbaur dengan warga setempat, minimal keluarga dari ibu kos. Dan Alhamdullillah, di Jakarta pun kami tinggal di perkampungan yang strata sosialnya bervariasi. Saya sangat menikmati pergaulan, cengkerama, dan senda gurau dengan masyarakat dan warga biasa (seperti saya). Di tengah – tengah mereka, saya rasakan hidup ini membumi. Karena kami membicarakan realitas dan permasalahan sehari – hari di antara kami. Ini tentu saja berbeda dengan lingkungan proyek dan marketing di mana saya bekerja. Detil dari ini lain kali saja saya tuliskan.
Maka begitu pagi hari saya sampai rumah di Desa Terung, dan Mbah Putri saya (buyutnya anak – anak saya) memberitahu bahwa sedang acara Bersih Desa, saya tidak menyia – nyiakan kesempatan berbaur dengan warga. Saya ikut nimbrung di Makam terdekat untuk bersama – sama membersihkan Makam. Yah..meskipun sebenarnya saya praktis tidak bekerja, hanya sekedar lihat dan ngobrol-ngobrol saja. Bersih Makam Desa adalah kegiatan membersihkan seluruh makam di Desa Terung. Berbeda dengan pemakaman di Jakarta. Jika di Jakarta biasanya satu (atau lebih) Desa hanya mempunyai satu pemakaman umum yang terpusat, di desa kami ada setidaknya lima makam. Dan masing – masing makam ada nama sendiri – sendiri : 1. Punden, 2. Ndung Gudel, 3. Ndung Sari, 4. Tumbek, dan 5. Si Blorong.
Setiap enam bulan sekali semua makam ini dibersihkan oleh warga desa. Setelah bersih – bersih biasanya kami melakukan ritual slametan. Semua keluarga mengirimkan wakilnya ke tempat slametan dan membawa makanan (biasnaya nasi tumpeng atau ambeng dengan segala lauk pauknya) untuk didoakan dan kemudian dinikmati bersama. Dulu ketika kami masih kanak – kanak, bersih desa dan slametan ini merupakan kegiatan yang sangat kami tunggu – tunggu. Sebab saat itulah kami biasanya makan enak. Bagi kami, makan nasi dengan lauk telur atau ayam, itulah makan enak. Hanya dua kesempatan biasanya kami bisa menikmatinya. Pertama saat ada orang hajatan, kedua ya saat bersih – bersih desa ini. Jadi telur dan daging ayam, atau daging yang lain bukan menu harian kami.
Kegiatan slametan ini seingat saya, dulu diadakan di kuburan/makam. Tetapi rupanya sekarang sudah ada pergeseran yang lebih baik menurut saya. Slametan tidak diaadakan di kuburan lagi melainkan di ruang terbuka umum yang lebih dekat. Kali ini diadakan di perempatan jalan, ruang terbuka yang paling mungkin. Sayang sekali saya tidak bisa hadir, karena saya tertidur. Maklum, perjalanan menggunakan kereta malah marinya memaksa tidur saya tidak cukup.
Komentar :
Posting Komentar