Memaknai Tumpek Wariga 19 September 2009
Posted by Adnyana under Hari Raya Hindu
Memaknai Tumpek Bubuh 19 September 2009—-
Bersyukur dan Menghargai Ciptaan Tuhan
Sabtu Kliwon 19 September 2009, umat Hindu kembali memperingati Tumpek Wariga. Tumpek yang memiliki nama cukup banyak — Tumpek Uduh, Tumpek Bubuh dan Tumpek Pengatag — itu sangat erat kaitannya dengan dunia pertanian. Secara ritual, pada hari itu umat melaksanakan upacara persembahyangan ke hadapan Batara Sangkara — manifestasi Tuhan dalam menciptakan kesuburan tumbuh-tumbuhan. Dalam konteks kekinian, perayaan hari keagamaan seperti itu tentu tidak hanya berhenti pada kegitan ritual semata. Lebih dari itu, umat dituntut untuk mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Tumpek Bubuh dalam kehidupan sehari-hari.
==================================================
Sesungguhnya, perayaan Tumpek Bubuh salah satu komponen penting dalam mengajegkan konsep Tri Hita Karana. Salah satu unsur penting dalam konsep itu adalah hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungannya — dalam kaitan ini hubungan manusia dengan tumbuh-tumbuhan. ”Ajaran yang terkandung dalam Tumpek Bubuh ini sangat luhur. Umat bukan hanya mesti menghargai ciptaan Tuhan, tetapi sekaligus melestarikan tumbuh-tumbuhan yang telah mensejahterakan kehidupannya,” kata tokoh agama Prof. Dr. I Wayan Jendra, S.U.
Alasannya, jika lingkungan khususnya tumbuh-tumbuhan secara kuantitas dan kualitas tidak sesuai dengan kebutuhan maka manusia akan menjadi sangat menderita. Karena itu, sangat wajar umat memberikan dukungan sepenuhnya kepada petani.
Tumbuh-tumbuhan, kata Jendra, telah memberikan banyak manfaat bagi umat manusia. Tumbuh-tumbuhan memberikan prana berupa oksigen, keteduhan, perlindungan dan sumber makanan bagi manusia. Bahkan, dalam Canakya Nitisastra dan sumber-sumber lainnya disebutkan, sesungguhnya hidup manusia dengan lingkungan saling mengisi atau saling melengkapi yang dikenal dengan istilah simbiosis mutualisme.
Jika lingkungan mengalami disharmoni, tentu akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Misalnya, jika hutan yang tersedia mengalami kegundulan akibat adanya penebangan liar, maka uap air sebagai cikal bakal hujan tidak akan bisa menghendap. Demikian juga bila terjadi hujan lebat, akan terjadi banjir besar karena tidak ada pohon yang menahan air.
Dikatakan, ditinjau dari nuansa religius spiritual, tumbuh-tumbuhan adalah evolusi lebih awal dari kehidupan manusia. Hal itu diakui oleh Darwin dan Maharsi Patanjali. Ditinjau dari kebutuhan manusia akan makanan, tumbuh-tumbuhan telah memberi penghidupan.
Karena itu, Tumpek Wariga ini mesti dijadikan tonggak untuk memelihara kelestarian lingkungan, khususnya tumbuh-tumbuhan. Apalagi, di Bali saat ini hutan-hutan mulai gundul, bahkah kini telah ditebang untuk pemukiman. Ini tentu akan sangat mengganggu ekosistem yang ada.
Pada Tumpek Bubuh itu manusia memberi penghargaan dan kasih sayang terhadap tumbuh-tumbuhan agar berbuah banyak, berbunga lebat dan berumbi untuk kepentingan yadnya –persembahan kepada Tuhan pada hari raya Galungan, 25 hari setelah Tumpek Bubuh.
Dikatakan, banyak yang beranggapan bahwa Tumpek Bubuh hanya ”milik” para petani di pedesaan, sehingga para pegawai tidak perlu merayakannya. Anggapan semacam ini sangat keliru karena pengertian Tumpek Bubuh tidak sesempit itu. Umat manusia, termasuk para pegawai, mesti sadar bahwa mereka juga hidup karena tumbuh-tumbuhan — kendati untuk membeli buah, sayur dan beras, mereka cukup menyediakan uang dari hasil kerjanya. ”Pernahkah kita mendoakan agar petani bisa hidup berbahagia,” tanya Jendra.
Sesungguhnya pula, kata Guru Besar Fakultas Sastra Unud ini, aplikasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tumpek Bubuh bukan hanya untuk kepentingan umat Hindu, tetapi juga umat lain. Tanpa tumbuh-tumbuhan, umat manusia tidak akan bisa hidup. ”Jadi nilai yang terkandung dalam Tumpek Bubuh sangat universal. Karena itu, melalui perayaan Tumpek Bubuh, umat manusia mengucap syukur kepada Tuhan karena telah diberi kehidupan,” ujarnya.
Ketika nilai-nilai Tumpek Bubuh dihubungkan dengan wacana kembali ke dunia pertanian — pascaledakan bom Kuta — sesungguhnya sesuatu yang memang harus mengacu ke sana. Lagi pula, kata Jendra, pariwisata dan pertanian sangat erat hubungannya. Pariwisata sangat ditunjang oleh pertanian. Hasil pertanian sangat menunjang sektor pariwisata. Oleh karena itu, pertanian memang harus tetap dibinakembangkan secara intensif dengan menggunakan teknologi modern. Dengan demikian, dunia pertanian betul-betul memberikan kesejahteraan bagi umat manusia, khususnya para petani.
Komentar :
Posting Komentar